Senin, 11 Oktober 2010
Ketua Dewan Pembina PSIM Yogyakarta Herry Zudianto mengancam akan melarang tim tersebut mengikuti kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia selama satu musim, jika perpecahan di organisasi suporter Brajamusti tidak diakhiri.
"Jika konflik di tubuh Brajamusti semakin meruncing, Dewan Pembina PSIM memilih untuk melarang tim tersebut mengikuti kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia selama satu putaran dengan tujuan menurunkan ketegangan di antara kedua kubu," katanya di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, dengan beristirahat selama satu tahun, kedua kubu bisa "cooling down" untuk mengendapkan permasalahan, meskipun risikonya juga cukup besar, yakni harus bertanding dari Divisi Satu pada tahun berikutnya. Namun, itu adalah pilihan.
"Pilihan untuk melarang PSIM mengikuti Divisi Utama Liga Indonesia didasarkan pada komitmen tim tersebut, yakni sukses kompetisi, sukses pembinaan, dan sukses suporter," kata Herry yang juga Wali Kota Yogyakarta.
Ia mengatakan, pilihan terbaik yang diberikan PSIM adalah bersatunya dua kubu suporter Brajamusti yang sedang berkonflik sehingga tim tersebut bisa mengikuti kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia, atau pilihan terburuk adalah jika perpecahan itu semakin mengkristal.
"Pilihan itu cukup berat bagi PSIM. Dalam satu pekan ini, kami akan melakukan evaluasi terkait perkembangan suporter Brajamusti sebelum mengambil sikap," katanya.
Menurut dia, suporter PSIM adalah bagian penting dari perkembangan sepak bola di Yogyakarta, dan tujuan adanya suporter tersebut tidak hanya untuk mendukung PSIM tetapi juga sebagai alat pemersatu pemuda-pemuda di Kota Yogyakarta.
"Di dalam Brajamusti ada sebuah persatuan karena didasari oleh hobi yang sama. Seluruh suporter melepaskan bau mereka di politik, suku, agama, dan status ekonomi. Namun, kemudian ada perpecahan seperti ini," katanya.
Ia mengatakan, PSSI sebagai induk organisasi sepak bola, juga hanya mengakui ada satu kelompok suporter sehingga jika ada perpecahan seperti saat ini akan lebih baik PSIM tidak perlu mengikuti kompetisi nasional.
Namun demikian, menurut dia, seluruh kegiatan pembinaan melalui pendidikan dan latihan akan tetap dilakukan karena kegiatan tersebut adalah bagian dari sukses PSIM.
Direktur Operasional PSIM Hans Purwanto mengatakan, pihaknya mengalami kesulitan untuk mendamaikan kedua kubu suporter yang telanjur berbeda ideologi tersebut.
"Kedua suporter tersebut memiliki egoisme yang bertolak belakang dan sulit disatukan dalam pertemuan yang selalu kami gelar, padahal suporter PSIM juga harus memiliki pandangan untuk mewujudkan Yogyakarta yang berhati nyaman," katanya.
Brajamusti kini terbagi dalam dua kubu, yakni di bawah Eko Satrio Pringgondani yang kini menjadi presiden Brajamusti dan Setyo Hadi Gunawan yang kalah dalam pemilihan presiden Brjamusti saat musyawarah anggota.
Sementara itu, Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 0734 Yogyakarta Letkol Inf Arudji Anwar yang juga Dewan Pembina PSIM mengatakan, perpecahan tersebut murni dikarenakan adanya fanatisme ideologi yang cukup ekstrem di antara kedua kubu.
Menurut dia, Kodim 0734 mendapat perintah dari Korem 072 Pamungkas untuk selalu menjaga situasi kondusif dan stabilitas Kota Yogyakarta menjelang pemilihan kepala daerah.
"Isu yang berkembang di masyarakat, perpecahan di Brajamusti itu bukan disebabkan oleh politik, tetapi murni fanatisme ideologi yang berlebihan dari masing-masing kubu," katanya.
Kepala Kepolisian Kota Besar (Kapoltabes) Yogyakarta Komisaris Besar Polisi Atang Heradi mengatakan, perpecahan tersebut akan membuat tugas dari kepolisian untuk menjaga keamanan menjadi cukup berat karena selama ini permasalahan antara Brajamusti dengan suporter dari wilayah lain belum terselesaikan.
"Bagaimana nanti jika masih ada masalah di internal suporter, pasti akan sangat rumit," katanya.
Perpecahan di tubuh Brajamusti mencapai puncaknya saat terjadi perkelahian antara dua kubu di wisma PSIM pada 6 Oktober 2010.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar