Senin, 27 Desember 2010
Jakarta - Sejumlah masalah hadir terkait tiket di Piala AFF 2010. Jelang penukaran tiket untuk final leg II di Jakarta, panitia lokal harus bisa mengelolanya dengan lebih rapi.
Manajemen tiket oleh panitia lokal di Jakarta menjadi salah satu noda di Piala AFF 2010. Bagaimana tidak jika para calon pembeli tiket mesti banting tulang dan peras keringat habis-habisan hanya untuk bisa mendapatkan tiket yang mereka inginkan.
Hal itu jelas ironis mengingat sebuah ungkapan menyatakan kalau pembeli adalah raja. Dalam konteks Piala AFF 2010, atau sepakbola pada umumnya, para pembeli itu sekaligus menjadi pemain ke-12 untuk para punggawa timnas Indonesia di lapangan.
Sayangnya nasib raja-raja yang juga terus setia menggemuruhkan dukungan untuk 'Merah Putih' tersebut malah merana. Mereka harus dihadapkan dengan alokasi dan proses pembelian tiket yang tidak jelas, yang kesemuanya bermuara kepada manajemen tiket yang kacau dari panitia lokal.
Klimaksnya adalah ketika kericuhan terjadi di kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Minggu (26/12/2010), saat penjualan tiket Kategori III untuk partai final leg II.
Setelah disambut loket yang belum juga dibuka sampai dengan waktu yang sudah ditentukan, para calon pembeli tiket yang muak dan lelah lantas berulah. Akibatnya, anggota Brimob dan petugas tiket pun sampai kena bogem mentah.
Memang, aksi anarkis macam apapun tidak bisa dibenarkan. Tapi mestinya hal itu tidak perlu terjadi jika panitia lokal lebih siap mengantisipasi. Toh mereka sudah tahu kalau animo penonton akan luar biasa --apalagi yang dijual adalah kategori termurah.
Menko Polkam Djoko Suyanto juga telah menyoroti kalau kericuhan lebih disebabkan oleh kurangnya jumlah loket yang tidak sebanding dengan calon pembeli. Akibatnya terjadi antrean panjang selama berjam-jam dan terpusat di satu titik.
Ketidaksiapan panitia lokal tersebut semakin terlihat dengan ketiadaannya tenaga medis yang disiapkan di lokasi-lokasi pembelian. Wajarlah kalau kemudian banyak yang bertumbangan di tempat karena kelelahan.
Nah, potensi tumbek-blek semacam itu kini akan hadir lagi pada hari Selasa (28/12/2010) besok. Pasalnya hanya di satu hari itulah panitia lokal bakal membuka loket untuk penukaran vocer dengan tiket.
Ditilik dari jumlah tiket yang diklaim dijual ke publik, yakni 76.871, komplek Stadion Utama Gelora Bung Karno setidaknya harus siap disarati 15 ribuan orang pada hari tersebut. Ini dengan asumsi satu orang datang untuk menukarkan lima tiket --jumlah tiket maksimal. Kalau ada yang datang untuk menebus kurang dari lima tiket, jelas bertambahlah jumlah tadi.
Bisa terbayang bagaimana ramainya situasi nanti? Inilah pekerjaan rumah untuk panitia lokal.
Jelas takkan mudah mengurusinya, tapi itulah buah yang harus dipetik panitia lokal dengan manajemen tiketnya saat ini. Sebagai catatan salah satu distributor tiket Piala AFF 2010, MyTicketIndonesia, dari jauh-jauh hari sudah mundur karena mengaku PSSI ingin mengontrol dan mengelola penjualan tiket sendiri, yang mana tidak sesuai dengan kontrak sebelumnya.
"Kami sudah mengkritisi. Kalau kita lihat penjualan tiket di Malaysia tidak ricuh, ternyata mereka rapi," sindir Anggota Komisi X (bidang olahraga) DPR Dedi Gumelar, saat membandingkan mekanisme penjualan tiket final di Indonesia dan Malaysia.
Selain penukaran vocer pada tanggal 28 Desember tersebut, potensi ramai-ramai lain hadir pula pada saat pertandingan. Dalam hal ini panitia lokal kelihatan benar plin-plan: setelah sebelumnya menyebut takkan lagi menjual tiket di hari H, belakangan dijelaskan jika tiket masih tersisa maka panitia akan tetap menjualnya di hari tersebut.
"(Jika masih sisa), tidak mungkin kita tidak menjual tiket pada hari H," tukas Bendahara PSSI Achsanul Qosasi, Rabu (22/12/2010) lalu.
Timnas Indonesia kini sedang bergantung dengan harapan tipis untuk bisa jadi juara Piala AFF 2010. Para suporter, si pemain ke-12, akan jadi motivator utama dalam usaha 'Pasukan Garuda' jadi juara. Maka semoga saja perlakuan terhadap mereka bisa lebih baik nantinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar