Jumat, 11 Maret 2011

- PSSI Tak Bisa Lagi Dipercaya, Pemerintah Harus Ambil Alih

Jakarta - PSSI telah menetapkan jadwal kongres tapi tidak ada indikasi melibatkan orang-orang yang lebih independen. Untuk itu pemerintah diminta segera mengambil alih.

Kemarin PSSI melalui Sekjen Nugraha Besoes merilis prosedur kongres pembentukan komite pemilihan, yang kemudian bertugas menggelar kongres pemilihan ketua, wakil ketua dan anggota Komite Eksekutif.

Akan tetapi, meski telah didesak sedemikian rupa supaya tidak jalan sendiri, tapi mereka dinilai masih seperti itu.

"Komite yang akan mereka bentuk itu pasti akan sama seperti sebelumnya, masih orang-orang mereka juga. PSSI itu sudah tidak bisa dipercaya," cetus presiden LIRA-Indonesia Sports Watch (ISW), yang juga pernah menjabat sebagai direktur Pembinaan Usia Muda PSSI, HM. Jusuf Rizal

Lebih jauh ia mengatakan, PSSI sudah kehilangan legitimasi dari masyarakat karena dinilai melakukan banyak kebohongan dan rekayasa. Mereka juga dianggap selalu memaksakan diri bahkan melawan pemerintah. "Masyarakat sudah muak dan alergi pada sikap arogan mereka," ujarnya.

Kemunculan Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) oleh 87 pemilik hak suara di PSSI, sebagai bentuk kongkret mosi tidak percaya mereka pada PSSI, dikhawatirkan Jusuf malah membuat keadaan semakin tidak jelas. Di sinilah pemerintah harus bertindak tegas.

"Dalam kondisi ini pemerintah dan KONI melalui data dan fakta, mosi tidak percaya, sumber-sumber informasi yang valid, plus kasus-kasus dugaan korupsi PSSI, harus bertindak tegas dengan segera membentuk Dewan Sepakbola Indonesia (DSI) guna membentuk panitia Kongres Luar Biasa PSSI.

"Dewan itu diisi oleh stake holder antara lain terdiri dari unsur Pemerintah, KONI, Masyarakat Sepakbola, Civil Society (LSM)/Media dan unsur yang mewakili klub/KPPN. DSI inilah kemudian diberikan tugas membentuk Panitia Kongres sesuai dengan aturan Statuta FIFA, bukan statuta PSSI, serta membuka peluang seluas-luasnya bagi masyarakat yang mau maju menjadi calon ketua umum PSSI."

Pemerintah dinilai punya otoritas untuk membekukan itu atas nama undang-undang, yakni UU No. 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional pasal 13, 121, dan 122.

"Pemerintah harus berani. Ini bukan sebagai Andi Mallarangeng atau Rita Subowo, tapi atas nama undang-undang. Kalau tidak, bisa muncul chaos, kerusakan dan lain-lain, yang malah bisa menimbulkan konflik-konflik sosial yang merugikan, dan itu lebih besar harganya daripada sekadar kita dibekukan FIFA," simpul Rizal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar